Pernahkah kamu melihat pelangi? Pernahkah kamu melihat warna-warni di
jalan aspal yang basah? Pelangi terjadi akibat dispersi cahaya matahari
pada titik-titik air hujan. Adapun warna-warni yang terlihat di jalan
beraspal terjadi akibat gejala interferensi cahaya. Gejala dispersi dan
interferensi cahaya menunjukkan bahwa cahaya merupakan gejala gelombang.
Gejala difraksi dan polarisasi cahaya juga menunjukkan sifat gelombang
dari cahaya.
pola warna-warni di atas aspal basah yang dikenai bensin terjadi akibat interferensi cahaya
Gejala fisika yang lain seperti spektrum diskrit atomik, efek
fotolistrik, dan efek Compton menunjukkan bahwa cahaya juga dapat
berperilaku sebagai partikel. Sebagai partikel cahaya disebut dengan
foton yang dapat mengalami tumbukan selayaknya bola.
A. Sifat Partikel dari Gelombang
1. Efek Fotolistrik
Ketika seberkas cahaya dikenakan pada logam, ada elektron yang keluar
dari permukaan logam. Gejala ini disebut efek fotolistrik. Efek
fotolistrik diamati melalui prosedur sebagai berikut. Dua buah pelat
logam (lempengan logam tipis) yang terpisah ditempatkan di dalam tabung
hampa udara. Di luar tabung kedua pelat ini dihubungkan satu sama lain
dengan kawat. Mula-mula tidak ada arus yang mengalir karena kedua plat
terpisah. Ketika cahaya yang sesuai dikenakan kepada salah satu pelat,
arus listrik terdeteksi pada kawat. Ini terjadi akibat adanya
elektron-elektron yang lepas dari satu pelat dan menuju ke pelat lain
secara bersama-sama membentuk arus listrik.
Hasil
pengamatan terhadap gejala efek fotolistrik memunculkan sejumlah fakta
yang merupakan karakteristik dari efek fotolistrik. Karakteristik itu
adalah sebagai berikut.
- hanya cahaya yang sesuai (yang memiliki frekuensi yang lebih
besar dari frekuensi tertentu saja) yang memungkinkan lepasnya
elektron dari pelat logam atau menyebabkan terjadi efek fotolistrik
(yang ditandai dengan terdeteksinya arus listrik pada kawat).
Frekuensi tertentu dari cahaya dimana elektron terlepas dari
permukaan logam disebut frekuensi ambang logam. Frekuensi ini
berbeda-beda untuk setiap logam dan merupakan karakteristik dari logam
itu.
- ketika cahaya yang digunakan dapat menghasilkan efek
fotolistrik, penambahan intensitas cahaya dibarengi pula dengan
pertambahan jumlah elektron yang terlepas dari pelat logam (yang
ditandai dengan arus listrik yang bertambah besar). Tetapi, Efek
fotolistrik tidak terjadi untuk cahaya dengan frekuensi yang lebih
kecil dari frekuensi ambang meskipun intensitas cahaya diperbesar.
- ketika terjadi efek fotolistrik, arus listrik terdeteksi pada
rangkaian kawat segera setelah cahaya yang sesuai disinari pada
pelat logam. Ini berarti hampir tidak ada selang waktu elektron
terbebas dari permukaan logam setelah logam disinari cahaya.
Karakteristik dari efek fotolistrik di atas tidak dapat dijelaskan
menggunakan teori gelombang cahaya. Diperlukan cara pandang baru dalam
mendeskripsikan cahaya dimana cahaya tidak dipandang sebagai gelombang
yang dapat memiliki energi yang kontinu melainkan cahaya sebagai
partikel.
Perangkat teori yang menggambarkan cahaya bukan sebagai gelombang
tersedia melalui konsep energi diskrit atau terkuantisasi yang
dikembangkan oleh Planck dan terbukti sesuai untuk menjelaskan spektrum
radiasi kalor benda hitam. Konsep energi yang terkuantisasi ini
digunakan oleh Einstein untuk menjelaskan terjadinya efek fotolistrik.
Di sini, cahaya dipandang sebagai kuantum energi yang hanya memiliki
energi yang diskrit bukan kontinu yang dinyatakan sebagai E = hf.
Konsep penting yang dikemukakan Einstein sebagai latar belakang
terjadinya efek fotolistrik adalah bahwa satu elektron menyerap satu
kuantum energi. Satu kuantum energi yang diserap elektron digunakan
untuk lepas dari logam dan untuk bergerak ke pelat logam yang lain. Hal
ini dapat dituliskan sebagai
Energi cahaya = Energi ambang + Energi kinetik maksimum elektron
E = W0 + Ekm
hf = hf0 + Ekm
Ekm = hf – hf0
Persamaan ini disebut persamaan efek fotolistrik Einstein. Perlu diperhatikan bahwa W0 adalah energi ambang logam atau fungsi kerja logam, f0 adalah frekuensi ambang logam, f adalah frekuensi cahaya yang digunakan, dan Ekm
adalah energi kinetik maksimum elektron yang lepas dari logam dan
bergerak ke pelat logam yang lain. Dalam bentuk lain persamaan efek
fotolistrik dapat ditulis sebagai
Dimana m adalah massa elektron dan ve
adalah dan kecepatan elektron. Satuan energi dalam SI adalah joule (J)
dan frekuensi adalah hertz (Hz). Tetapi, fungsi kerja logam biasanya
dinyatakan dalam satuan elektron volt (eV) sehingga perlu diingat bahwa 1
eV = 1,6 × 10−19 J.
Potensial Penghenti
Gerakan elektron yang ditandai sebagai arus listrik pada gejala efek
fotolistrik dapat dihentikan oleh suatu tegangan listrik yang dipasang
pada rangkaian. Jika pada rangkaian efek fotolistrik dipasang sumber
tegangan dengan polaritas terbalik (kutub positif sumber dihubungkan
dengan pelat tempat keluarnya elektron dan kutub negatif sumber
dihubungkan ke pelat yang lain), terdapat satu nilai tegangan yang dapat
menyebabkan arus listrik pada rangkaian menjadi nol.
Arus nol atau tidak ada arus berarti tidak ada lagi elektron yang
lepas dari permukaan logam akibat efek fotolistrik. Nilai tegangan yang
menyebabkan elektron berhenti terlepas dari permukaan logam pada efek
fotolistrik disebut tegangan atau potensial penghenti (stopping potential). Jika V0 adalah potensial penghenti, maka
Ekm = eV0
Persamaan ini pada dasarnya adalah persamaan energi. Perlu diperhatikan bahwa e adalah muatan elektron yang besarnya 1,6 × 10−19 C dan tegangan dinyatakan dalam satuan volt (V).
Aplikasi Efek fotolistrik Efek fotolistrik merupakan prinsip dasar dari berbagai piranti fotonik (photonic device) seperti lampu LED (light emitting device) dan piranti detektor cahaya (photo detector). Efek
foto listrik adalah peristiwa terlepasnya elektron
dari permukaan suatu zat (logam), bila permukaan logam
tersebut disinari cahaya (foton) yang memiliki energi
lebih besar dari energi ambang (fungsi kerja) logam. Efek
fotolistrik ini ditemukan oleh Albert Einstein, yang
menganggap bahwa cahaya (foton) yang mengenai logam
bersifat sebagai partikel. Energi kinetik foto elektron yang terlepas: Ek = h f - h fo Ek maks = e Vo h f | = energi foton yang menyinari logam | h fo | = Fo frekuensi ambang = fungsi kerja |
| = energi minimum untuk melepas elektron | e | = muatan elektron = 1.6 x 10-19C | Vo | = potensial penghenti | Proses
kebalikan foto listrik adalah proses pembentukan sinar
X yaitu proses perubahan energi kinetik elektron yang
bergerak menjadi gelombang elektromagnetik (disebut
juga proses Bremmsstrahlung). Kesimpulan: - Agar elektron dapat lepas dari permukaan logam maka f > fo atau l < lo
- Ek
maksimum elektron yang terlepas tidak tergantung
pada intensitas cahaya yang digunakan, hanya
tergantung pada energi atau frekuensi cahaya. Tetapi intensitas
cahaya yang datang sebanding dengan jumlah elektron yang
terlepas dari logam.
Seratus tahun lalu, Albert Einstein muda membuat karya besarnya. Tak
tanggung-tanggung, ia melahirkan tiga buah makalah ilmiah yang
menjadikan dirinya ilmuwan paling berpengaruh di abad ke-20. Tahun itu
dianggap annus mirabilis atau Tahun Keajaiban Einstein. Salah satu
makalah itu adalah tentang efek fotolistrik. Oleh panitia Hadiah Nobel
Fisika, makalah itu dianugerahi Hadiah Nobel Fisika pada 1921.
Komunitas fisika dunia memperingati tahun ini sebagai Tahun Einstein.
Dalam momentum peringatan ini diharapkan muncul Einstein-Einstein abad
ke-21. Sejalan dengan ide itulah panitia akademika Olimpiade Fisika
Internasional ke-36 di Salamanca, Spanyol, memunculkan problem dari
penelitian Einstein dalam fotolistrik.
Dalam ujian praktek yang berlangsung di gedung Multiusos Sanchez
Paraiso, Universitas Salamanca, Kamis (7/7) pekan lalu, para kontestan
disuguhi soal bagaimana mengukur konstanta Planck dengan cahaya dari
lampu pijar.
Apa hubungan Max Planck dan Albert Einstein? Pada 1990, Max Karl
Ernst Ludwig Planck (1858-1947), ilmuwan dari Universitas Berlin,
Jerman, mengemukakan hipotesisnya bahwa cahaya dipancarkan oleh materi
dalam bentuk paket-paket energi yang ia sebut quanta. Ia
memformulakannya sebagai hv. Penemuan Planck itu membuatnya mendapatkan
Hadiah Nobel Bidang Fisika pada 1918.
Gagasan ini diperluas oleh Einstein lima tahun setelah itu. Dalam
makalah ilmiah tentang efek fotolistrik, menurut Einstein, cahaya
terdiri dari partikel-partikel yang kemudian disebut sebagai foton.
Ketika cahaya ditembakkan ke suatu permukaan logam, foton-fotonnya akan
menumbuk elektron-elektron pada permukaan logam tersebut sehingga
elektron itu dapat lepas. Peristiwa lepasnya elektron dari permukaan
logam itu dalam fisika disebut sebagai efek fotolistrik.
Einstein menemukan bahwa setiap foton mempunyai energi yang sangat
besar, bergantung pada frekuensi. Dalam fisika, energi dari foton
dituliskan sebagai E = h x f, simbol f adalah frekuensi dan h adalah
konstanta Planck. Nah, dalam soal eksperimen OFI ke-36 itu, para
kontestan diminta menghitung nilai konstanta Planck tersebut melalui
percobaan.
Semua kontestan diberikan satu unit rangkaian. Komponen sistem itu
terdiri atas lampu pijar (bohlam), light dependent resistance (LDR),
filter, tabung tes, cairan pewarna berwarna oranye, baterai, dan alat
ukur multimeter digital. Komponen-komponen itu harus dirangkaikan
sesuai dengan skema yang diberikan. Prosedur perangkaian alat juga
disertakan.
Sebelum menghitung konstanta Planck, para kontestan harus lebih dulu
menghitung hambatan filamen (kawat pijar) bohlam, panjang gelombang
yang dapat diserap oleh filter, dan sifat-sifat LDR melalui percobaan
yang cukup rumit dengan peralatan yang terbilang sederhana. Menurut
Yohanes Surya, pembina TOFI, dalam percobaan seperti ini, ketelitian,
teknik penggunaan grafik, dan penentuan eror atau kesalahan eksperimen
sangat menentukan.
Namun, soal yang sulit itu dapat diselesaikan oleh TOFI 2005 sehingga
dua anggota TOFI 2005, yakni Ali Sucipto dari SMA Xaverius 1
Palembang, Sumatera Selatan, dan Andika Putra, siswa SMA 1 Sutomo,
Medan, Sumatera Utara, berhasil meraih emas. Poin yang didapat Ali dari
soal eksperimen ini termasuk tinggi, yakni 19,5. Ini poin paling
tinggi di timnya. Sedangkan Andika mencapai 18,7 (poin tertinggi untuk
soal eksperimen adalah 20). Tapi Ali kalah dari Andika dalam
pengumpulan poin teori, yakni Ali mendapat 27,3, sementara Andika 29,6
poin.
Poin sempurna (20) untuk soal eksperimen ini diraih oleh siswa
Singapura, Jonathan Wei Xiang . Sementara itu, anggota TOFI yang lain
memperoleh poin17,3 untuk Purnawirman dari SMAN 1 Pekanbaru, Riau;
Michael Adrian dari SMA Regina Pacis Bogor 15,9; dan Ario Pabowo dari
SMA Taruna Nusantara, Magelang, 15,7. Sumber : Taufihasbifisika
2. Efek Compton Pada efek fotolistrik, cahaya dapat dipandang sebagai kuantum energi
dengan energi yang diskrit. Kuantum energi tidak dapat digambarkan
sebagai gelombang tetapi lebih mendekati bentuk partikel. Partikel
cahaya dalam bentuk kuantum dikenal dengan sebutan foton. Pandangan
cahaya sebagai foton diperkuat lagi melalui gejala yang dikenal sebagai
efek Compton.
Jika seberkas sinar-X ditembakkan ke sebuah elektron bebas yang diam,
sinar-X akan mengalami perubahan panjang gelombang dimana panjang
gelombang sinar-X menjadi lebih besar. Gejala ini dikenal sebagai efek
Compton, sesuai dengan nama penemunya, yaitu Arthur Holly Compton.
Sinar-X
digambarkan sebagai foton yang bertumbukan dengan elektron (seperti
halnya dua bola bilyar yang bertumbukan). Elektron bebas yang diam
menyerap sebagian energi foton sehingga bergerak ke arah membentuk sudut
terhadap arah foton mula-mula. Foton yang menumbuk elektron pun
terhambur dengan sudut θ terhadap arah semula dan panjang
gelombangnya menjadi lebih besar. Perubahan panjang gelombang foton
setelah terhambur dinyatakan sebagai
Dimana m adalah massa diam elektron, c adalah kecepatan cahaya, dan h adalah konstanta Planck.
Arthur Holly Compton
Sumber : Aktifisika
B. Sifat Gelombang dari Partikel Berdasarkan ide yang dikemukakan oleh Einstein, sebuah foton dengan energi hv
(frekuensi v dan panjang gelombang λ) memiliki momentum linear searah
dengan arah pergerakannya dan dengan besarannya p yang dinyatakan
sebagai berikut (1) Pada
tahun 1923, A. H. Compton membenarkan ide ini dengan menggunakan
eksperimen hamburan sinar-X dan elektron. Sehingga, perilaku sebuah
foton yang memiliki momentum sebesar h/λ dan energi hv dapat
diketahui. Pada tahun 1923, de Broglie mempostulasikan bahwa sebuah
partikel dapat memiliki panjang gelombang yang berkaitan dengan momentum
yang ia miliki melalui persamaan (1) di mana momentum dan panjang
gelombang adalah saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan
sebaliknya. Sifat gelombang dari sebuah elektron disebut sebagai
gelombang elektron dan secara umum sifat gelombang dari materi disebut
sebagai gelombang materi atau gelombang de Broglie. Panjang gelombang λ
untuk gelombang materi diberikan oleh persamaan berikut, di mana juga
ekivalen dengan persamaan (1). (2) Hubungan ini dikenal sebagai panjang gelombang de Broglie. Gambar Titik Laue dari kalsium karbonat (diberikan oleh Rigaku Denki). Contoh :
Hitung panjang gelombang dari sebuah berkas elektron yang mengalami akselerasi dari 0 V hingga 150 V. (Jawaban)
Energi kinetik, E adalah energi yang diperoleh melalui percepatan yang
dihasilkan oleh beda potensial yang diberikan yaitu sebesar 150 V. Secara
umum, terdapat persamaan-persamaan berikut untuk elektron yang memiliki
masa m, kecepatan v, momentum p dan energi kinetik E. Dengan menggunakan hubungan de Broglie λ = h/p, kita akan mendapatkan
Sumber : Situs Kimia Indonesia
|