Untuk melihat bagaimana bunyi dihasilkan dan mengapa bunyi termasuk
gelombang longitudinal, mari kita perhatikan getaran dari diafragma
pengeras suara. Ketika diafragma bergerak radial keluar, diafragma ini
memampatkan udara yang langsung ada di depannya, seperti ditunjukkan
pada Gambar 3.1a. Pemampatan ini menyebabkan tekanan udara bertambah
sedikit di atas tekanan normal. Daerah yang tekanan udaranya bertambah
disebut rapatan. Rapatan ini bergerak menjauh dari
pengeras suara pada kecepatan bunyi. Rapatan ini mirip dengan daerah
rapatan pada kumparan-kumparan dalam gelombang longitudinal pada slinki.
Setelah menghasilkan rapatan, diafragma membalik arah gerakannya
menjadi radial ke dalam. Gerakan diafragma ke dalam menghasilkan suatu
daerah yang dikenal sebagai renggangan. Renggangan ini menyebabkan
tekanan udara sedikit lebih kecil daripada tekanan normal. Rengangan ini
mirip dengan daerah renggangan pada kumparan-kumparan dalam gelombang
longitudinal pada slinki. Renggangan merambat menjauh dari pengeras
suara pada kecepatan bunyi.
Gambar 3.1 Diafragma pengeras suara bergerak : (a) radial keluar, (b) radial ke dalam
Sifat-sifat bunyi pada dasarnya sama
dengan sifat-sifat gelombang longitudinal, yaitu dapat dipantulkan
(refleksi), dibiaskan (refraksi), dipadukan (interferensi), dilenturkan
(difraksi) dan dapat diresonansikan.
Seperti telah disinggung di atas, bunyi
memerlukan medium pada saat merambat. Medium tersebut dapat berupa zat
padat, zat cair, maupun zat gas. Bunyi tak dapat merambat pada ruang hampa.
Jika kita bercakap-cakap, maka bunyi yang kita dengar merambat dari
pita suara yang berbicara menuju pendengar melalui medium udara.
Ada beberapa syarat bunyi dapat terdengar telinga kita. Pertama, adanya sumber bunyi. Misalnya, ada gitar yang dipetik, ada gong yang dipukul, ada yang bersuara dan ada suara kendaraan lewat. Kedua, ada mediumnya. Bunyi dapat merambat dalam medium udara (zat gas), air (zat cair) maupun zat padat. Ketiga,
bunyi dapat didengar telinga bila memiliki frekuensi 20 - 20.000 Hz.
Batas pendengaran manusia adalah pada frekuensi tersebut bahkan pada
saat dewasa terjadi pengurangan interval tersebut karena faktor
kebisingan atau sakit. Berdasarkan batasan pendengaran manusia itu
gelombang dapat dibagi menjadi tiga yaitu audiosonik (20-20.000 Hz), infrasonik (di bawah 20 Hz) dan ultrasonik (di
atas 20.000 Hz). Binatang-binatang banyak yang dapat mendengar di luar
audio sonik. Contohnya jangkerik dapat mendengar infrasonik (di bawah 20
Hz), anjing dapat mendengar ultrasonik (hingga 25.000 Hz).
1. Pembiasan Gelombang Bunyi
Jika sumber bunyi petir dekat dengan
rumah Anda, maka Anda dapat mendengar bunyi petir. Mengapa pada malam
hari bunyi petir terdengar lebih keras daripada siang hari?
Pada siang hari, udara pada
lapisan atas lebih dingin daripada lapisan bawah.
Cepat rambat bunyi pada suhu dingin adalah lebih kecil daripada suhu
panas. Dengan demikian, kecepatan bunyi pada lapisan udara atas lebih
kecil daripada kecepatan bunyi pada lapisan udara bawah, karena medium
pada lapisan atas lebih rapat dari medium pada lapisan
bawah. Jadi, pada siang hari, bunyi petir yang merambat dari lapisan
udara atas menuju ke lapisan udara bawah akan dibiaskanmenjauhi garis normal (Gambar 3.2a).
Gambar 3.2. Pembiasan gelombang bunyi
Pada malam hari, terjadi kondisi
sebaliknya, udara pada lapisan bawah (dekat tanah) lebih dingin daripada
udara pada lapisan atas. Dengan demikian, kecepatan bunyi pada lapisan
bawah lebih kecil daripada lapisan atas, karena medium pada lapisan atas
kurang rapat dari medium pada lapisan bawah. Jadi, pada malam hari,
bunyi petir yang merambat dari lapisan udara atas menuju ke lapisan
udara bawah (mediumnya lebih rapat) akan dibiaskan mendekati garis
normal (Gambar 3.2b). Pembiasan bunyi petir mendekati garis normal pada
malam hari inilah yang menyebabkan bunyi guntur lebih mendekat kerumah
Anda, dan sebagai akibatnya Anda mendengar bunyi petir yang lebih keras.
Contoh Animasi Pembiasan Gelombang Bunyi :
2. Interferensi Gelombang Bunyi
Seperti halnya pada cahaya, pada bunyi
pun terjadi interferensi. Untuk membuktikan adanya interferensi
gelombang bunyi dapat Anda lihat pada bagian kegiatan ilmiah dari buku
ini. Bunyi kuat terjadi ketika superposisi kedua gelombang bunyi pada
suatu titik adalah sefase atau memiliki beda lintasan yang merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang bunyi.
Bunyi kuat Δs = nλ; n = 0, 1, 2, 3, . . . (3.5)
n = 0, n = 1, dan n = 2, berturut-turut untuk bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga.
Bunyi lemah terjadi ketika superposisi kedua gelombang bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga. Interferensi destruktifjika kedua gelombang yang bertemu pada suatu titik adalah berlawanan fase atau memiliki beda lintasan,
Bunyi lemah Δs = λ; n = 0, 1, 2, 3, . . . (3.6)
n = 0, n = 1, n = 2, berturut-turut untuk bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga.
Contoh Soal :
Pada Gambar 3.3, dua pengeras suara koheren, A dan B, di pisahkan pada jarak 3,60 m. Seorang pendengar berada sejauh 2,70 m dari pengeras suara B. Segitiga ABC
adalah segitiga siku-siku. Kedua pengeras suara mengeluarkan bunyi
frekuenasi sama 95 Hz, dan cepat rambat bunyi di udara adalah 342 m/s.
Apakah pendengar mendengar bunyi kuat atau sama sekali tidak mendengar
bunyi?
Gambar 3.3 interferensi kontruktif atau destruktif
Pembahasan:
Pendengar mendengar bunyi kuat atau sama sekali tak mendengar bunyi di C bergantung apakah di C
terjadi interferensi konstruktif atau destruktif. Interferensi
konstruktif atau destruktif ditentukan oleh hubungan beda lintasan Δs = AC – BC terhadap panjang gelombang bunyi λ.
Jawab:
Perhatikan segitiga siku-siku ABC pada gambar 3.3:
AC2 = AB2 + BC2
= 3,602 + 2,702 = (4 × 0,9)2 + (3 × 0,9)2
AC = 0,9 = 0,9(5) = 4,5m
Beda lintasan kedua gelombang bunyi yang bertemu di C adalah
Δs = AC – BC = 4,5 m – 2,70 m = 1,80 m
Sekarang mari kita hitung panjag gelombang bunyi, λ, dengan persamaan dasar gelombang.
v = λf ↔ λ = 3,60 m
Perhatikan, Δs = 1,80 m =
Δs =
Karena Δs = , maka di C terjadi interferensi konstruktif dan pendengar akan mendengar bunyi yang kuat.
3. Resonansi Bunyi
Resonansi adalah peristiwa ikut
bergetarnya suatu benda karena ada benda lain yang bergetar dan memiliki
frekuensi yang sama atau kelipatan bilangan bulat dari frekuensi itu.
Resonansi sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya,
resonansi bunyi pada kolom udara dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
bunyi.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat berbagai macam alat musik.
Alat musik pada umumnya dibuat berlubang agar terjadi resonansi udara
sehingga suara alat musik tersebut menjadi nyaring. Contoh alat musik
itu antara lain: seruling, kendang, beduk, ketipung dan sebagainya.
Resonansi sangat penting di dalam dunia
musik. Dawai tidak dapat menghasilkan nada yang nyaring tanpa adanya
kotak resonansi. Pada gitar terdapat kotak atau ruang udara tempat udara
ikut bergetar apabila senar gitar dipetik. Udara di dalam kotak ini
bergerak dengan frekuensi yang sama dengan yang dihasilkan oleh senar
gitar. Udara yang mengisi tabung gamelan juga akan ikut bergetar jika
lempengan logam pada gamelan tersebut dipukul. Tanpa adanya tabung kolom
udara di bawah lempengan logamnya, Anda tidak dapat mendengar
nyaringnya bunyi gamelan tersebut. Reonansi juga dipahami untuk mengukur
kecepatan perambatan bunyi di udara.
Untuk mengetahui proses resonansi, kita perhatikan gambar 3.4 di bawah ini yang menunjukkan dua garputala yang saling beresonansi !!
Gambar 3.4. Dua garputala yang saling beresonansi
Jika garputala dipukul, garputala
tersebut akan bergetar. Frekuensi bunyi yang dihasilkan bergantung pada
bentuk, besar, dan bahan garputala tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Pada waktu SMP, Anda telah mengetahui bahwa bunyi disebabkan oleh adanya benda yang bergetar. Bunyi merupakan gelombang mekanik, yaitu gelombang yang memerlukan medium pada saat merambat. Bunyi juga termasuk ke dalam kelompok gelombang longitudinal, yaitu gelombang yang arah getarnya sejajar dengan arah rambatnya.
Resonansi pada Kolom Udara
Apabila pada kolom udara yang terletak
di atas permukaan air digetarkan sebuah garputala, molekul-molekul di
dalam udara tersebut akan bergetar. Perhatikan Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Sebuah kolom udara di atas permukaan
air digetarkan oleh sebuah garputala
Syarat terjadinya reronansi, yaitu:
(a) pada permukaan air harus terbentuk simpul gelombang;
(b) pada ujung tabung bagian atas merupakan perut gelombang.
Peristiwa resonansi terjadi sesuai
dengan getaran udara pada pipa organa tertutup. Jadi, resonansi petama
akan terjadi jika panjang kolom udara di atas air ¼ λ, resonansi ke dua ¾
λ, resonansi ke tiga 5/4 λ, dan seterusnya.
Kolom udara pada percobaan penentuan
resonansi di atas berfungsi sebagai tabung resonator. Peristiwa
resonansi ini dapat dipakai untuk mengukur kecepatan perambatan bunyi di
udara. Agar dapat terjadi resonansi, panjang kolom udaranya adalah l = (2n-1)¼λ dengan n = 1, 2, 3, . . .
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
ditentukan bahwa resonansi bertuturutan dapat Anda dengar apabila suatu
resonansi dengan resonansi berikutnya memiliki jarak Δl = ½ λ. Jika frekuensi garputala diketahui, cepat rambat gelombang bunyi di udara dapat diperoleh melalui hubungan:
Peristiwa resonansi juga dapat
menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, gelas piala
bertangkai bisa pecah bila diletakkan didekat penyanyi yang sedang
menyanyi. Hal ini terjadi karena gelas memiliki frekuensi alami yang
sama dengan suara penyanyi sehingga gelas mengalami resonansi dan
mengakibatkan pecahnya gelas tersebut. Peristiwa resonansi juga dapat
menyebabkan runtuhnya jembatan gantung jika frekuensi hentakan kaki
serentak orang yang berbaris di atas jembatan gantung sama dengan
frekuensi alami jembatan sehingga jembatan akan berayun hebat dan dapat
menyebabkan runtuhnya jembatan.
Sebelumnya sudah dijelaskan mengenai interferensi gelombang bunyi. Kali ini kita berkenalan dengan salah satu jenis interferensi gelombang bunyi, yakni layangan. Bukan mainan layangan ya..
Banyak
penerapan konsep layangan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya
dalam bidang musik. Penyetel alat musik, misalnya gitar atau piano,
biasanya memanfaatkan layangan untuk mengetahui apakah senar sudah
disetel dengan benar atau belum. Garputala
standar digetarkan, senar dipetik… jika ada layangan yang dihasilkan
oleh garputala standar dan senar yang dipetik, maka senar tersebut belum
disetel dengan benar (maksudnya frekuensinya belum tepat – frekuensi
senar belum sama dengan frekuensi garputala standar). Sebaliknya jika
tidak ada layangan yang dihasilkan maka senar sudah disetel dengan benar
(frekuensi senar sudah tepat – frekuensi senar sudah sama dengan
frekuensi garputala standar).. Bingun dengan penjelasan mamguru ?
daripada bingun berlanjut, alangkah tidak baiknya jika dirimu kenalan
terlebih dahulu dengan layangan… Met belajar ya…
Nonton video dulu…
Sebelum
melangkah lebih dekat, dirimu nonton video di bawah terlebih dahulu…
speakernya dinyalakan ya… dengar bunyi yang dihasilkan ketika om Paul
Hewitt (guru fisika yang ada dalam video) mengetuk dua garputala yang
mempunyai frekuensi yang berbeda. Mamguru belum punya video.. Comot
videonya guru hewitt dulu
Sudah mendengar bunyi tersebut ? Nah, bunyi yang volumenya naik turun tersebut namanya layangan (beats). He2… Pernah dengar dalam kehidupan sehari-hari ? syukur kalau belum laNjuTkan…
Dalam pokok bahasan interferensi gelombang bunyi, gurumuda sudah menjelaskan bahwa jika dua atau lebih gelombang bunyi yang arah rambatnya berbeda
melewati tempat yang sama, maka gelombang gelombang bunyi tersebut
saling tumpang tindih alias berinterferensi. Dalam pokok bahasan
tersebut, gurumuda secara khusus membahas interferensi dua gelombang
bunyi yang mempunyai frekuensi yang sama.
Pada kesempatan ini kita membahas interferensi dua gelombang bunyi yang arah rambatnya sama
dan mempunyai frekuensi yang hampir sama (frekuensi sedikit berbeda).
Misalnya kita tinjau interferensi yang dialami oleh dua gelombang bunyi
yang mempunyai arah rambat sama, amplitudo sama dan frekuensinya hampir
sama (22 Hertz dan 20 Hertz), sebagaimana ditunjukkan pada video di
bawah…
Dalam
video di atas, kedua gelombang bunyi yang berinterferensi ditayangkan
secara terpisah. Ini hanya untuk mempermudah pengamatan saja. Seharusnya
kedua gelombang bunyi saling nempel
, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah. Karena arah rambat
kedua gelombang bunyi sama maka kedua gelombang bunyi tersebut saling
tumpang tindih sepanjang perambatannya. Gelombang resultan
(jumlah kedua gelombang bunyi – posisinya paling bawah) tampak seperti
sebuah gelombang tunggal di mana amplitudonya selalu berubah-ubah.
Gelombang resultan bisa diketahui dengan menerapkan prinsip superposisi pada kedua gelombang yang saling tumpang tindih.
Fekuensi
kedua gelombang bunyi sedikit berbeda sehingga fasenya tidak selalu
sama sepanjang waktu. Pada saat tertentu, kedua gelombang bunyi tepat
sefase, pada saat tertentu keduanya berbeda fase – pada saat tertentu
keduanya tepat berlawanan fase. Ketika kedua gelombang bunyi tepat
sefase maka terjadi interferensi konstruktif. Dalam hal ini, amplitudo
gelombang resultan bernilai maksimum (Amplitudo berkaitan dengan
intensitas. Intensitas berkaitan dengan kenyaringan atau kuat lemahnya
bunyi. Jika amplitudo maksimum maka intensitas juga maksimum. Dalam hal
ini bunyi terdengar lebih keras). Ketika kedua gelombang bunyi
tepat berlawanan fase maka amplitudo gelombang resultan bernilai nol
(Tidak ada bunyi yang didengar).
Perubahan
amplitudo gelombang resultan berlangsung secara terus menerus sepanjang
waktu, sepanjang perambatan kedua gelombang bunyi yang berinterferensi.
Adanya perubahan amplitudo gelombang bunyi secara terus menerus ini
menyebabkan perubahan kenyaringan bunyi yang terjadi secara terus
menerus, yang kita dengar sebagai layangan.
Video
sebelumnya diperjelas lagi dengan gambar di bawah. Kedua gelombang
bunyi yang berinterferensi, masing masing memiliki frekuensi 22 Hertz
dan 20 Hertz. Frekuensi 22 Hertz artinya dalam 1 detik terjadi 22
getaran. Sedangkan frekuensi 20 Hertz artinya dalam 1 detik terjadi 20
getaran. Bandingkan dengan gambar di bawah.
Pada
waktu 0,25 sekon dan 0,75 sekon kedua gelombang bunyi tepat sefase
sehingga terjadi interferensi konstruktif (amplitudo maksimum- bunyi
terdengar keras). Pada waktu 0,5 sekon dan 1 sekon kedua gelombang bunyi
tepat berlawanan fase sehingga terjadi interferensi destruktif
(amplitudo nol – tidak ada bunyi yang terdengar).
Karena
kedua gelombang bunyi berinterferensi secara terus menerus maka
amplitudo gelombang resultan (warna biru) berubah secara terus menerus,
dari maksimum ke nol dan seterusnya. Pada gambar di atas, amplitudo
gelombang resultan bernilai maksimum dan minimum sebanyak dua kaliselama satu detik.
Dengan kata lain, frekuensi perubahan amplitudo gelombang resultan = 2
hertz. Ini artinya dalam satu detik kita mendengar bunyi keras sebanyak
dua kali dan bunyi lemah sebanyak dua kali (2 layangan per sekon).
Frekuensi 2 hertz ini dikenal dengan julukan frekuensi layangan.
Karena frekuensi layangan adalah 2 hertz maka kita bisa menyimpulkan
bahwa frekuensi layangan = selisih frekuensi kedua gelombang bunyi yang
berinterferensi (22 Hertz – 20 Hertz = 2 Hertz).
Telinga
manusia biasanya hanya bisa mendengar layangan yang frekuensinya
mencapai sekitar 15 hertz sampai 20 hertz. Jika frekuensi layangan lebih
dari nilai ini maka telinga kita tidak bisa mendengar layangan tunggal
(seperti bunyi layangan yang terdengar dalam video di atas). Sebagai
contoh, kita andaikan terjadi interferensi dua gelombang bunyi yang
memiliki frekuensi 1700 hertz dan 1800 hertz (frekuensi layangan = 1800
hertz – 1700 hertz = 100 hertz). Telinga kita tidak mendengar layangan
tunggal tetapi akan mendengar tiga bunyi yang frekuensinya berbeda,
yakni 1700 hertz, 1800 hertz dan 100 hertz (terdengar jugs sebuah bunyi
berfrekuensi 100 hertz yang jauh lebih lemah).
Dalam
contoh di atas tampak bahwa kedua gelombang bunyi yang berinterferensi
memiliki amplitudo yang sama. Bagaimana jika keduanya memiliki amplitudo
yang berbeda ? apabila amplitudonya sedikit berbeda maka interferensi
antara kedua gelombang bunyi masih bisa menghasilkan layangan. Tetapi
jika perbedaan amplitudonya cukup besar maka interferensi antara kedua
gelombang bunyi tidak lagi berupa layangan. Untuk membuktikan hal ini,
dirimu bisa menggambar dua gelombang bunyi yang frekuensi sedikit
berbeda dan amplitudonya juga berbeda (pertama, amplitudonya nyaris
sama; kedua, amplitudonya jauh berbeda). Setelah itu terapkan prinsip
superposisi untuk menentukan gelombang resultan… apakah gelombang
resultan berupa layangan atau berupa gelombang kompleks.
Catatan :
Gambar di atas bukan gambar gelombang tali, tetapi berupa grafik tekanan (atau grafik simpangan). Silahkan baca pengantar gelombang bunyi…
Sudah saya jelaskan bagaimana membaca grafik simpangan atau grafik
tekanan. Mengapa harus digambarkan berupa grafik, bukan rapatan atau
regangan saja ? Sulit sekali menggambarkan atau memahami interferensi
gelombang bunyi dalam bentuk rapatan atau regangan.
Animation courtesy of Dr. Dan Russell, Kettering University
5. Intensitas bunyi, kenyaringan dan tingkat intensitas bunyi
Ketika gelombang merambat, gelombang tersebut memindahkan energi dari satu tempat ke tempat yang lain. Misalnya kita tinjau gelombang pada tali… Jika kita menggerakan tali naik turun secara teratur maka akan timbul gelombang yang merambat sepanjang tali tersebut… ketika merambat sepanjang tali, gelombang membawa atau memindahkan sejumlah energi dari satu bagian tali ke bagian tali yang lain. Energi pada tali sebenarnya merupakan energi kinetik dan energi potensial elastis yang dimiliki tali ketika berosilasi di sekitar posisi setimbang. Gelombang pada tali merupakan contoh gelombang satu dimensi…
Apabila kita membicarakan gelombang satu dimensi maka lebih penting jika kita membahas energi. Sebaliknya jika kita membicarakan gelombang tiga dimensi maka lebih penting jika kita membahas intensitas. Yang dimaksudkan dengan gelombang tiga dimensi adalah gelombang yang merambat ke segala arah. Misalnya gelombang bunyi… jika dirimu berbicara maka orang yang berada di depan, belakang, samping kiri, samping kanan, di atas atau di bawah bisa mendengar pembicaraanmu. Hal ini dikarenakan gelombang bunyi merambat ke segala arah… ketika merambat, gelombang bunyi juga membawa sejumlah energi… btw, karena arah perambatan gelombang bunyi ke segala arah maka lebih penting jika kita membahas intensitas. Yang dimaksudkan dengan intensitas adalah energi yang dibawa oleh gelombang per satuan waktu, melalui satu satuan luas yang tegak lurus dengan arah perambatan gelombang. Energi per satuan waktu adalah daya karenanya bisa dikatakan bahwa intensitas merupakan daya yang dibawa oleh gelombang, melalui satu satuan luas yang tegak lurus dengan arah perambatan gelombang.
Intensitas bunyi
Untuk membantumu lebih memahami intensitas, kita andaikan sumber bunyi berada pada pusat sebuah bola. Dari pusat bola, gelombang bunyi akan merambat ke segala arah… Karena merambat ke segala arah maka arah perambatan gelombang bunyi pasti tegak lurus melewati setiap satuan luas permukaan bola tersebut. Ketika merambat, gelombang bunyi membawa energi… Energi yang dibawa oleh gelombang per satuan waktu, melalui satu satuan luas yang tegak lurus dengan arah perambatan gelombang dikenal dengan julukan intensitas. Karena energi per satuan waktu adalah daya maka bisa dikatakan bahwa intensitas merupakan daya yang dibawa oleh gelombang, melalui satu satuan luas yang tegak lurus dengan arah perambatan gelombang. Apabila sumber bunyi tersebut memancarkan gelombang bunyi secara seragam ke segala arah maka energi yang dibawa gelombang juga akan terbagi secara merata pada permukaan bola. Misalnya jari-jari bola adalah r, luas permukaan bola = L = 4phi r2 dan daya yang dibawa gelombang adalah P maka intensitas gelombang bisa dinyatakan melalui persamaan :
Dari persamaan ini tampak bahwa intensitas gelombang bunyi (I) berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r2). Ini berarti semakin jauh suatu tempat dari sumber bunyi maka semakin kecil intensitas gelombang bunyi tersebut. Persamaan intensitas gelombang bunyi yang lebih mendetail sudah diturunkan dalam pokok bahasan energi, daya dan intensitas gelombang.
Satuan sistem internasional daya adalah Joule/detik. Nama lain dari Joule/detik adalah Watt (menghargai jasa om James watt). Sebaliknya satuan sistem internasional luas adalah meter kuadrat (m2). Dengan demikian, satuan sistem internasional Intensitas adalah watt per meter kuadrat (W/m2).
Kenyaringan dan tingkat intensitas
Kenyaringan menyatakan keras atau lembutnya bunyi… misalnya bunyi teriakan lebih keras dibandingkan dengan bisikan. Dalam hal ini bunyi teriakan lebih nyaring dibandingkan bunyi bisikan. Besaran fisika yang berkaitan langsung dengan kenyaringan adalah intensitas. Telinga manusia secara rata-rata bisa mendengar bunyi yang memiliki intensitas paling rendah sekitar 10-12 W/m2 (disebut juga ambang pendengaran. Intensitas di bawah ini tdk bisa didengar) dan paling tinggi sekitar 1 W/m2 (disebut juga ambang rasa sakit karena bunyi dengan intensitas sebesar ini menimbulkan rasa sakit bagi sebagian besar orang). Perhatikan bahwa jangkauan intensitas gelombang bunyi yang bisa didengar manusia dari intensitas terendah hingga tertinggi adalah sekitar 1012 W/m2 = 1 triliun W/m2. Sangat lebar…
Untuk menghasilkan bunyi yang kenyaringannya 2 kali lebih besar dibutuhkan bunyi yang intensitasnya sekitar 10 kali lipat. Misalnya bunyi yang intensitasnya 10-4 W/m2 terdengar 2 kali lebih nyaring dibandingkan dengan bunyi yang intensitasnya 10-5 W/m2. Bunyi yang intensitasnya 10-5 W/m2 terdengar 2 kali lebih nyaring dibandingkan dengan bunyi yang intensitasnya 10-6 W/m2. Bunyi yang intensitasnya 10-4 W/m2 terdengar 4 kali lebih nyaring dibandingkan dengan bunyi yang intensitasnya 10-6 W/m2.
Karena jangkauan intensitas yang bisa dideteksi oleh telinga sangat lebar (sekitar 1 triliun W/m2) dan kenyaringan bunyi yang didengar tidak berubah secara langsung terhadap intensitas tetapi mendekati logaritmik maka tingkat intensitas bunyi dinyatakan dengan skala logaritmik. Secara matematis, tingkat intensitas bunyi dinyatakan melalui persamaan :
Satuan sistem internasional untuk tingkat intensitas adalah desibel (dB). 10 desibel = 1 bel. Kata bel berasal dari nama Alexander Graham Bell (1847 – 1922), penemu telepon.
Contoh soal 1 :
Tentukan tingkat intensitas bunyi yang memiliki intensitas sebesar I = 10-12 W/m2.
Pembahasan :
Contoh soal 2 :
Tentukan tingkat intensitas bunyi yang memiliki intensitas sebesar I = 10-11 W/m2.
Pembahasan :
Contoh soal 3 :
Tentukan tingkat intensitas bunyi yang memiliki intensitas sebesar I = 10-10 W/m2.
Pembahasan :
Contoh soal 4 :
Tentukan tingkat intensitas bunyi yang memiliki intensitas sebesar I = 10-9 W/m2.
Pembahasan :
Dari beberapa contoh soal di atas tampak bahwa setiap penambahan intensitas sebesar faktor 10 (misalnya dari 10-12 ke 10-11) sama dengan penambahan tingkat intensitas sebesar 10 dB. Penambahan intensitas sebesar faktor 100 = 102 (misalnya dari 10-12 ke 10-10) sama dengan penambahan tingkat intensitas sebesar 20 dB. Penambahan intensitas sebesar faktor 1000 = 103 (misalnya dari 10-12 ke 10-9) sama dengan penambahan tingkat intensitas sebesar 30 dB. Dengan demikian, bunyi yang tingkat intensitasnya 40 dB, misalnya, adalah 10 kali lebih nyaring atau 10 kali lebih keras daripada bunyi yang tingkat intensitasnya 30 dB, 100 kali lebih keras dari bunyi yang tingkat intensitasnya 20 dB dan 100 kali lebih keras dari bunyi yang tingkat intensitasnya 10 dB. Dan seterusnya… ;)
Berikut beberapa data intensitas dan tingkat intensitas bunyi dalam kehidupan sehari-hari…
Sumber bunyi
Tingkat intensitas (dB)
Keterangan
Ambang pendengaran
0
Ambang pendengaran
Bernapas normal, Gemerisik dedaunan
10
Nyaris tak terdengar
Bisikan (rata-rata)
20
Sangat tenang
Perpustakaan yang tenang, radio yang pelan
40
tenang
Kantor yang tenang, mobil yang bunyinya tidak berisik
50
Pembicaraan biasa
65
Lalu lintas yang ramai
70
Kantor bising dengan mesin pabrik biasa
80
Bisa merusak pendengaran jika keseringan
Kereta api, truk berat
90
Kereta api (tua), sirine pada jarak 30 meter
100
Konser rock dalam ruangan, pesawat jet (jarak 60 meter).
120
Ambang rasa sakit
Senapan mesin
130
Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Erlangga
Tipler, P.A.,1998, Fisika untuk Sains dan Teknik-Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penebit Erlangga
Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga